Puisi dan Senja

Senja bukan hanya pertanda hari yang telah usai, ia juga adalah rumah tempat bercerita. Tempat puisi menetap dan sajak paling sunyi di lahirkan.

Opini

Ide itu juga mahkluk hidup, perlu di rawat dan di asah. Menulis adalah salah satu cara paling ideal untuk menjaganya tetap hidup.

Journey

Perjalanan bukan hanya tentang jejak yang tertinggal, tapi ia juga adalah kenangan yang tetap hidup. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengabadikan setiap perjalanan dalam hidupnya. Aku memilih menulis!

Social and Politics

Politik itu akan membunuh jika kita acuh tak acuh terhadapnya, tapi ia akan menjadi peta keadilan sosial jika kita memahaminya dengan baik. Kekuasaan tidak akan berkuasa seenaknya jika setiap mahkluk sosial memiliki peran dan peduli dalam setiap agenda politik. Harmonisasi kehidupan sosial adalah tujuan utama politik. Bukan kekuasaan!

Religion and Culture

Agama dan budaya adalah perpaduan. Beberapa orang sering menganggapnya bertentangan, tetapi agama dan budaya justru menjadi benda paling purba yang melekatkan manusia pada karakteristik dan nilai dalam kehidupan.

Senin, 05 Mei 2025

Persaksian Semesta



Bumi, laut dan udara
Menjadi cerita dari setiap jejak yang tertinggal
Angin membawanya sebagai kenangan
Bumi yang terinjak, dan langit-
atap abadi yang tak pernah runtuh
Matahari menjelma cahaya paling tulus

Begitulah semesta bersaksi atas perjalananku
Persaksian itu ku abadikan,
sebagai jantung puisi ini.
Lalu aku bertanya pada diri sendiri;
Kemana arah perjalanan ini?
Kepada siapa ujungnya menanti?

Hingga aku tersadar,
ini bukan perjalanan biasa.
Tetapi, perjalanan menemukan seseorang
yang akan hidup dalam separuh diriku

Dialog ku dengan semesta
adalah engkau yang tiada.
Namun tetap ku cari!
Langkah ini,-
adalah langkah untuk menemukanmu!

Sydney, 5 Mei 2025


Senin, 17 April 2023

Implikasi Islam Wasathiyyah Dalam Praktik Bernegara

Islam lahir sebagai sebuah agama yang mencita-citakan kedamaian dan kerukunan selalu hadir dan tetap tejaga dengan baik. Meski demikan, kedamian dan kerukunan sering kali goyah akibat meruncingnya perbedaan-perbedaan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, Islam telah mengambil peran yang sangat penting dalam hal ini. Islam memiliki pandangan tersendiri bahwa dalam menyikapi setiap perbedaan, baik itu perbedaan agama, suku, ras ataupun budaya haruslah didasari dengan kepahaman dan yang menjadi titik temunya adalah kerukunan. Al-Quran menegaskan ini dalam surat Al-Hujurat Ayat ke 13 yang mengatakan; “Wahai manusia! Sungguh, kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa”. Isyarat yang disampaikan dalam ayat ini adalah bahwa dalam bermasyarakat kita harus melahirkan rasa toleransi, keberterimaan, keterbukaan dan kita perlu saling mengenal dengan baik. Lebih jauh dari itu, Islam merumuskan istilah “wasathan (moderasi)” sebagai referensi ummat dalam menyikapi setiap hal yang ada ditengah-tengah masyarakat. Istilah tersebut dikenal dengan Islam Wasathiyyah atau dalam bahasa yang lebih sederhana yaitu Islam Moderat.

Islam Wasathiyyah merupakan satu istilah yang menjelaskan nilai-nilai Islam yang lurus, Islam rahmatan lil aalamin, Islam yang tidak mudah menjustifikasi kelompok lain salah dan sesat ketika berbeda pendapat, Islam yang penuh akan keberterimaan, Islam yang penuh dengan kehati-hatian dalam memaknai realita sosial, Islam yang tidak menghina sesembahan orang lain dengan sebutan-sebutan yang tidak baik, Islam yang selalu terbuka mendengarkan pendapat orang lain tanpa harus mengucilkannya, Islam yang secara konsisten menjaga toleransi umat beragama. Islam yang sebagaimana dalam Al-Quran disebutkan “ihdinassiro tallmusstaqim” (tunjukilah kami jalan yang lurus). Makna lurus dalam ayat ini akan dapat dicapai ketika praktik keislaman itu sesuai dengan esensi yang seharusnya dijalankan. Tentunya bukan Islam yang dikaitkan dengan nilai-nilai radikal yang dalam pandangannya kelompok lain ataupun agama lain tidak memliki sisi kebenaran dan harus disingkirkan. Tidak juga Islam yang mendahulukan praktik sosial sehingga meninggalkan nilai-nilai prinsip yang pokok dalam agama Islam itu sediri. Islam Wasatiyyah mengajak umat untuk beragama dengan cara yang profesional dan proporsional. Makna profesional ialah kita sungguh-sungguh dalam menjalankan perintah agama. Profesionalitas dalam beragama inilah yang dalam pengertian Islam Washatiyyah harus diiringi secara proporsional. Maksud dari kata proporsional ini ialah bahwa agama ini dijalankan sesuai dengan kaidah yang ditetapkan tanpa harus melebih-melebihkan. Proporsi yang menjadi ketetapan agama tidak boleh dikurangi ataupun ditambahkan, terlebih lagi ketika itu memunculkan ketegangan-ketegangan sosial. Salah dalam memahami kaidah agama bisa meruncingkan perbedaan pendapat yang menyebabkan haromonisasi sosial menjadi terganggu. Maka Islam Wasatiyyah hadir untuk menjawab fenomena-fenomena yang mendegradasi nilai toleransi umat beragama yang terjadi dinegeri ini dengan mengajarkan bahwa Islam yang rahmatan lil alamin itu adalah Islam yang lurus, adil dan seimbang. Islam yang mengedepankan moderasi atau yang dimaknakan juga Islam yang berada pada jalur tengah dan penuh kehati-hatian dalam memaknai realita sosial yang secara terus menerus mulai menyentuh nilai-nilai agama. Sebagaimana ungkapan didalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2): 143) yang menerangkan;


“Demikianlah kami jadikan kamu ummatan wasathan (umat pertengahan) supaya kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu”

Makna “wasathan” dalam ayat ini dijelaskan bahwa umat Islam sebagai umat terbaik, umat pilihan, umat yang adil dan seimbanng dalam kehidupannya. Dengan demikian untuk mewujudkan makna “wasathan” dalam surah Al-Baqarah tersebut, sebagai umat moyoritas dinegeri ini sudah sepatutnya kita kompak, utuh dan bersatu. Mencoba melapangkan hati dan menjalin saling keberterimaan dengan baik, menghargai pendapat satu sama lain, merawat kebhinekaan, menjaga segala bentuk toleransi, dan istiqomah mengawal Negara Republik Indonesia tetap dalam integrasi yang kokoh serta merangkul setiap elemen sosial baik dalam peraktik budaya, politik dan agama.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebhinekaan menjadi wadah yang tepat dalam memperaktikkan Islam Wasathiyyah. Dalam praktik bernegara Islam Wasathiyyah patut mengambil peran yang sangat penting demi terciptanya harmonisasi sosial. Islam Wasathiyyah menjadi refrensi yang sangat akurat untuk merawat negeri ini agar toleransi umat beragama tetap terkawal dengan baik, sehingga benturan-benturan yang lahir karena kebhinekaan yang berpotensi menimbulkan konflik bisa teratasi dengan baik. Euforia politik yang terjadi di negeri ini menjadi satu fenomena bernegara yang nyaris memporak-porandakan integritas bangsa, meracuni ukhuwah insaniyah, ukhuwah wathaniyah dan bahkan nyaris merusak ukhuwah islamiyah. Praktik politik dalam bernegara selalu menjadi sorotan yang paling tajam terhadap terganggunya harmonisasi sosial, tidak jarang dijumpai euforia politik membawa dampak polarisasi yang massif dalam kehidupan bernegara. Indonesia yang pada dasarnya adalah negara kepulauan, kaya akan identitas etnis, adat istiadat dan budaya, serta dikenal dengan identitas agama yang beragam, dan masyarakat yang mudah terpengaruh menjadi sasaran empuk praktik politik identitas yang sewaktu-waktu mendisharmonisasi kebhinekaan. Praktik-praktik seperti ini akan sangat berpengaruh pada kondisi sosial masyarakat yang kemudian akan mendegradasi nilai-nilai moral, nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi argumentasi dalam mencita-citakan masyarakat yang damai, beradab dan berilmu pengetahuan. Permainan media massa juga ikut serta dan mengambil bagian yang memberi dampak kurang baik terhadap romantisme bernegara. Dapat disaksikan bagaimana media massa menciptakan polarisasi baru ketika menyampaikan narasi-narasi politik, tidak sedikit ditemukan narasi-narasi yang disampaikan cendrung provokatif dan kaya akan kepentingan. Hal yang paling disoroti dari femomena bernegara dinegeri ini ialah bahwa narasi-narasi politik sering kali dibingkai menggunakan bahasa-bahasa agama. Saling menjatuhkan, saling menghinakan, saling mencela dan mencaci maki, bahkan tidak sedikit dijumpai prilaku saling mensesatkan lantaran berbeda pandangan politik.

Dengan demikian, implikasi Islam Wasathiyyah dalam mengelola negeri ini sangat dibutuhkan. Islam yang mengajarkan untuk menjalankan kehidupan ini secara seimbang, proporsional dan berkeadilan. Oleh karena itu, Islam membagi ruang-ruang yang tertata rapi sebagai refrensi ummat dalam menjalankan hidupnya sebagai makhluk sosial. Diantaranya ruang-ruang yang dimaksud ialah ruang muamallah, ruang akidah, dan ruang syariah. Islam mengajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.


“Hindarkanlah dirimu dari sikap melampaui batas, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah binasa karenanya”. (HR. Ahmad, Nasai, Ibu Majah dari Abdullah bin Abbas).

Pesan yang mendalam dari Rasulullah Saw. Mengingatkan bahwa setiap hal haruslah berada pada kaidah dan ketetapan yang berlaku. Tidak berlebih-lebihan dan tidak juga berkekurangan. Pedoman inilah yang harus dimengerti dengan baik dalam peraktik bernegara. Ruang-ruang yang tersedia harus diisi berdasarkan porsi dan kegunaannya masing-masing. Dalam hal ini ialah Ruang Muamallah, yang dalam perspektif Islam merupakan ruang untuk memperaktikkan segala bentuk kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Maka ruang inilah yang menjadi tolak ukur menjalankan sebuah negara, tolak ukur dalam berpolitik, tolak ukur dalam berbudaya, dan tolak ukur dalam bermasyarakat yang baik. Sangat keliru jika bersosial, berpolitik dan berbudaya harus dibawa ke ruang akidah. Dalam Islam ruang akdiah merupakan hablumminallah yakni hubungan manusia dengan Allah dan hanya Allah lah yang berhak menilai itu. Manusia tidak akan menjadi kafir ataupun sesat karena berbeda pandangan politik, manusia tidak akan tercela lantaran berbeda budaya, manusia tidak akan hina lantaran berbeda kepercayaan dan manusia tidak boleh dikucilkan lantaran berbeda pendapat. Inilah ruang muamallah, ruang yang sangat tepat untuk dijadikan refrensi dan tolak ukur dalam bernegara sehingga hal-hal yang sifatnya bhineka dan segala hal yang berpotensi menghasilkan perbedaan pendangan dapat disikapi dengan bijak agar semua praktik-praktik dalam bernegara baik itu praktik sosial, politik, ekonomi dan budaya tetap berada pada koridornya masing-masing. Wallahua’lam…


Penulis : Indrawan Nur Fuadi

Senin, 30 Januari 2023

Dear, kamu

"Imaji utopisku"
Cahaya ini... mengingatkanku
pada wajahmu yang bening
Sinar itu... memberi kehangatan
pada dekapan kita berdua

Matamu yang berbinar
Persis seperti lautan yang dalam itu
Binarnya...
adalah isyarat semesta menyajikan keindahan

Sedang binar dimatamu
Adalah isyarat cinta kita berdua
Bahagia, bahagia…
Iya, kita berbahagia kala itu, kekasih!
Apa kau masih mengingatnya?
 
Kau dan senja
adalah dua hal yang selalu hidup
dalam rinduku yang kelabu...

Rabu, 24 Agustus 2022

Bahasa Semesta

 

Telah ku saksikan awan tebal
Bagai tabir menyelimuti langit yang ramah
dan purnama...
Seolah enggan memberi sedikit saja senyuman
Bintang-bintang menangis hinggga berbinar
Cahayanya redup dan membisu
 
Dan angin,
Terus berhembus menyiksa tubuhku yang malang
Malam semakin membeku dan menusuk
 
Ku peluk tubuh sendiri
Disudut malam yang sepi
Disudut hamparan bumi yang lapang
 
Dan semesta,
Seolah mengerti keluhan ini
Dari setiap bahasa yang ia utarakan
Bermeditasi aku dengannya
Ia menghadirkan jelmaan bayanganmu
Dalam ribuan titik cahaya di bumi, malam ini;
 
Pada akhirnya,
Aku mulai mengerti
Mengapa purnama itu enggan tersenyum
Mengapa bintang-bintang itu menangis hingga berbinar
 
Iya,
Sebab, mereka mengerti..
 
Kekasih,
Ku utarakan perasaanku ini
Melalui bahasa semesta yang lembut dan damai
Ku harap kau mengerti;
Hadirmu, mampu menghapus segala kesedihan yang menyayat hati…


Penulis : Indra Fuadi

Kamis, 17 Februari 2022

Sisi Sosiosentrisme Dakwah Hari Ini

Dakwah merupakan salah satu aktivitas sosial yang erat kaitannya dengan penyebaran nilai-nilai agama. Dapat dipahami bahwa dakwah lahir dari satu kesadaran seorang individu dalam suatu masyarakat yang telah mendalami ilmu agama kemudian mengajarkan apa yang dipahami itu kepada masyarakat. Aktivitas pengajaran nilai-nilai agama inilah yang disebut dengan dakwah. Hakikat dakwah pada dasarnya ialah menyebarkan kebaikan yang dipondasikan dengan satu kepahaman yang utuh dan terstruktur kemudian disampaikan dengan penuh kehalusan dan menciptakan kedamaian. Maka poin yang dapat dipahami dari aktivitas dakwah ini ialah menciptakan ketenangan, kedamaian, kerukunan dan menjauhkan masyarakat dari konflik sosial tanpa memandang status seorang individu atau kelompok dalam suatu masyarakat berdasarkan status pendidikan, status ekonomi terlebih status organisasi yang melekat pada satu kelompok tersebut. Namun, tidak sedikit kita saksikan dakwah yang seharusnya menjadi sumber kedamain tetapi justru menjadi sumber provokasi, menyinggung kelompok ini dan kelompok itu, membanggakan kelompok sendiri, menyampaikan narasi-narasi yang merusak harmonisasi sosial, saling sindir lantaran berbeda pendapat dan banyak lagi hal lainnya.

Fenomena-fenomena itulah yang menjadikan aktivitas dakwah hari ini tidak hanya bisa dipandang dari satu sudut pandang saja karena ada banyak hal yang dibenturkan dalam aktivitas berdakwah. Seperti halnya, dakwah dibenturkan dengan adanya kepentingan identitas, membawa kepentingan kelompok, menyinggung kelompok lain bahkan tidak sedikit kita temukan para pendakwah membuat lingkaran mereka sendiri yang membuat ruang-ruang berpendapat menjadi sangat terbatas. Tentu fenomena seperti ini tidak akan baik bagi perkembangan dakwah kedepannya yang sejatinya mencita-citakan nilai-nilai kebaikan dan kedamaian agar tetap tertanam kuat dalam kehidupan sosial masyarakat. Maka menjadi suatu kewajiban bagi seorang pendakwah untuk tetap menjaga kondisi ini tetap stabil demi mewujudukan esensi dakwah itu sendiri.

Dalam satu kajian sosial fenomena dakwah hari ini memiliki sisi sosiosentrisme. Fenomena sosiosentrisme dalam kehidupan sosial saat ini sangat banyak sekali kita jumpai. Fenomena ini merupakan suatu kecendrungan sebuah kelompok sosial yang menganggap kelompoknyalah yang paling baik lalu kemudian mendiskriminasi kelompok sosial yang lain. Sehingga perspsektif yang terbangun dalam masyarakat ialah adanya kepentingan identitas dan mengesampingkan kelompok yang berada diluar kelompoknya, meskipun pada umumnya setiap kelompok sosial memiliki cita-cita serupa yang bermuara pada satu kebaikan. Jika dikaji lebih mendalam fenomena sosiosentrisme inilah muara dari sifat-sifat fanatisme terhadap kelompok sosial masing-masing yang hari ini banyak terjadi pada organisasi sosial kemasyarakatan.

Adanya sifat mementingkan kelompok sosial ini memberikan dampak terhadap nilai-nilai dakwah yang seharusnya terbebas dari kepentingan identitas dan tetap mempertahankan esensi dakwah yang sebenarnya yaitu membawa kebaikan dan kedamaian baik secara spiritual ataupun sosial. Hemat penulis mengatakan, tersentuhnya nilai dakwah oleh fenomena sosiosentrisme ini sangat besar kemungkinannya ialah karena para pendakwah banyak yang lahir dari sebuah organisasi sosial kemasyarakatan. Sehingga sifat-sifat group interest dalam diri seorang pendakwah itu terbangun dengan sendirinya. Analisis tentang kondisi sosial seperti ini bukannya tidak memiliki dasar pemikiran yang kuat melainkan dalam perspektif social analysis kondisi sosial seperti ini merupakan suatu bentuk kondisi yang melahirkan potensi konflik pada masyarakat terjadi karena adanya struktur sosial yang secara massif terbentuk.

Dalam ilmu sosial hal ini disebut dengan struktural konflik yaitu terjadinya suatu konflik dalam masyarakat disebabkan karena semakin banyaknya struktur sosial yang terbentuk. Banyaknya struktur sosial dalam masyarakat menjadikan setiap struktur sosial memliki kepentingan dan tujuan masing-masing. Dan karena adanya kepentingan dan tujuan kelompok inilah awal mula dari potensi konflik itu semakin besar terjadi dalam sebuah masyarakat. Dalam hal ini, strukrur sosial yang dimaksud ialah termasuk didalamnya organisasi sosial kemasyarakatan. Dalam konteks ini yang menjadi central kajiannya ialah organisasi sosial kemasyarakatan yang fokusnya ialah pada penyebaran nilai-nilai keagamaan. Hal inilah yang akan terjadi jika dakwah terbentur dengan sifat-sifat sosiosentrisme dalam kehidupan sosial masyarakat.

Dakwah sebagai penjaga harmonisasi sosial

Dakwah memang saharusnya melahirkan harmonisasi sosial, menciptakan ketentraman umat beragama, menjaga toleransi, tidak merusak kultur dan adat istiadat masyarakat yang telah lama berkembang dan dakwah harus terus disampaikan menyesuaikan dengan kondisi dan mental sosial masyarakat. Dakwah tidak boleh dibingkai dalam sebuah identitas kelompok karena hal itu hanya akan melahirkan sumber-sumber fanatisme yang berujung pada disharmoni sosial. Hari ini banyak fenomena yang menunjukkan kecendrungan dalam menyampaikan dakwah lebih memperhatikan kepentingan organisasi daripada fokus pada esensi dakwah itu sendiri.

Maka, dalam merespon kondisi sosial seperti ini tentunya setiap elemen masyarakat harus sadar dan cermat dalam menyerap setiap dakwah yang disampaikan. Ketika dakwah tidak lagi pada nilai dan esensinya sudah seharusnya masyarakat tidak mengikuti apa yang disampaikan itu demi menjaga harmonisasi sosial.

Inti pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini ialah penulis ingin mengajak semua elemen untuk sadar dan mencermati kembali dengan kapasitas keilmuan masing-masing bahwa dakwah memiliki nilai dan esensi tersendiri, yang dimana nilai dan esensi itu adalah menjaga harmonisasi sosial masyarakat. Maka sudah seharusnya dakwah tidak boleh lagi dibenturkan dengan narasi-narasi provokatif, unsur-unsur dakwah tidak boleh dibatasi hanya dengan membanggakan kelompoknya sendiri dan dakwah harus tetap pada koridor keilmuan yang disampaikan dengan penuh kepahaman dan kemengertian serta dalam proses penyampaiannya hal yang paling utama adalah mengharapkan ridho dari Allah Swt.


Penulis : Indrawan Nur Fuadi

Sabtu, 31 Juli 2021

Rindu Yang Membiru


Malam terasa semakin kelam
Sunyi dan sepi berbisik melalui angin
Bertanya, siapa yang ku rindukan malam ini?
Seolah mengerti jeritan hati
 
Dingin kian menduri
Tubuh tercekik malam yang sunyi
Dan hujan… mulai berjatuhan membasahi seisi bumi
Tanah dan dedaunan menjelma petrikor dalam sesaat
Aroma khas milik hujan,
mencipta pusaran renjana yang dalam
 
Jendela kubiarkan saja terbuka
Aku ingin menyatu dengan malam
Mencairkan rindu yang membeku melalui hujan
Sembari bercerita tentang hatiku yang redup ini
Seperti lampu jalan yang tampak semakin temaram itu
 
Betul saja, angin menyapa,
Menyelinap disela-sela jendela
Kupeluk tubuh sendiri,
dan rindu… terlalu menyakitkan untukku
Walau semesta telah berkonspirasi malam ini
Sebagai angin, hujan, gemuruh dan lampu-lampu temaram.. 
mencoba memberi kedamaian
Namun, rindu terlalu menusuk dan tersesat!
Kau begitu jauh, tak tergapai
Walau segala tentangmu melekat pada inti hatiku
Aku bisu dan membiru!

Minggu, 14 Maret 2021

Asa

 

Hamparan laut dalam
Membelah segala angan dan sejuta ingin
Tentang dirimu dan asa yang membiru
Engkau hidup dalam setiap aliran darahku
Menyatu dalam denyut nadiku
Menghegemoni setiap detak jantungku
Mencekikku dalam rindu yang bisu
 
Aku…
dan segala pengharapan akan dirimu
Selamanya diam…
Selamanya kaku…
Selamanya tabu…

Persaksian Semesta